ARTIKEL

Kesulitan Hamil karena Obesitas

Prevelensi Obesitas (Kegemukan) meningkat diantara wanita di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dengan meningkatnya angka ini, lebih banyak wanita berhadapan dengan konsekuensi gangguan kesehatan misalnya kencing manis, penyakit jantung dan pembuluh darah. Juga gangguan reproduksi karena masalah kenaikan berat badan bisa mempengaruhi siklus haid, tidak adanya avulasi (Sel telur yang matang dan siap dibuahi), infertilitas (Gangguan kesuburan), Keguguran, dan Komplikasi Kehamilan.

Infertilitas

Mekanisme yang mungkin terjadi, obesitas akan mempengaruhi infertilitas melalui hubungan kompleks dari Ovarium (Indung Telur) dan faktor di luar ovarium.

Kegemukan mempengaruhi mekanisme hormonal tubuh dan fungsi Ovarium, sehingga menggangu ovulasi dan menurunkan angka kesuburan lebih sering, dibandingkan dengan wanita dengan berat badan ideal.

Stein dan Leventhal, ahli yang menerangkan hubungan antara Obesitas, Gangguan Haid, dan kekurangsuburan seseorang wanita. Dari banyak data, dikatakan wanita dengan siklus anovulasi (Siklus haid tanpa adanya produksi sel telur yang mampu dibuahi) dan (Keadaan dimana terjadi kelebihan hormon pria androgen, sehingga muncul tanda-tanda seperti pria misalnya munculnya kumis) Memiliki berat badan yang lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki gangguan haid. Dengan berjalanya waktu, makin jelaslah bahwa wanita dengan obesitas sering kali mengalami gangguan fungsi ovarium.

Mereka juga menderita PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) dan biasanya diserta dengan keluhan amenorhea (Tidak mendapatkan haid), dan hirsutisme. PCOS(Polycystic Ovary Syndrome) dan biasanya disertai dengan keluhan amenorhea (Tidak mendapatkan Haid) dan hirsutisme. PCOS adalah pembesaran Ovarium yang mengandung banyak kista falikel, yang menekan munculnya sel telur yang diperlukan untuk proses kehamilan. Frekuensi wanita obesitas yang menderita PCOS adalah 35 – 65 %.

Efek

Pemberian terapi induksi ovulasi (Pemberian Obat Penyubur) dengan klamifen sitrat, pada wanita yang mengalami anovulasi, berhubungan positif antara peningkatan kebutuhan obat dan BMI. Artinya pada obesitas tampaknya mereka berespon apabila diberikan dengan dosis tinggi. Bahkan dosis maksimal setinggi sampai 250 mg/hari seringkali diberikan pada wanita dengan BM sangat tinggi untuk menghasilkan ovulasi dan kehamilan.

Beberapa penelitian menunjukkan, diperlukan obat penyubur jenis gonadotropin dosis tinggi dan pemakaian lebih panjang untuk merangsang ovulasi pada wanita obesitas. Termasuk untuk IVF (Program bayi tabung), baik dengan atau tanpa kasus PCOS.

Pada wanita obesitas yang mengikuti program bayi tabung, jumlah sel telur yang bisa dihasilkan juga tidak sebanyak pada wanita normal. Efek kegemukan pada hasil akhir bayi tabung menunjukkan hubungan terbalik-antara tingginya BMI dan angka keberhasilan implantasi (Melekatnya embrio pada rahim) dan kehamilan.

Hal ini terjadi karena jeleknya kualitas sel telur, kualitas embrio, daya penerimaan rahim terhadap embrio (Uterine Receptivity), dan kondisi hormonal, sehingga embrio gagal untuk berimplantasi.

Distribusi Lemak

Pada wanita, distribusi lemak ternyata lebih penting dari pada massa lemak absolut dalam mempengaruhi profil hormon dan metabolisme. Central Obesity (Kegemukan yang terpusat pada tempat – tempat tertentu) berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperlipidemia, dan lebih buruk lagi akan mempengaruhi gangguan menstruasi dan infertilitas, dan berhubungan dengan peningkatan hormonandrogen pada serum darah dan LH (Luteinizing Hormone).

Wanita dengan rasio pinggang dan panggul yang lebar, sebagai indikator dari central fat distribution, akan lebih beresiko mengalami gangguan haid, dan pastinya juga gangguan kesuburan. Keberhasilan program bayi tabung secara bermakna lebih rendah pada wanita dengan WHR lebih 0,80.

Alasan yang paling bisa diterima adalah adanya perbedaan suasana lingkungan karena faktor hormonal dan biokimia dari sel telur untuk tumbuh, jeleknya kualitas sel telur, dan perubahan endometrium karena disfungsi hormon pada wanita dengan Central Obesity.

Penurunan Berta Badan

Penurunan berat badan dapat memperbaiki fungsi reproduktif dengan hasil yang cukup baik, termasuk perubahan hormonal dan metabolisme dengan kurun waktu yang singkat. Efek dari pengurangan berat badan tergantung dari jumlah yang turun. Walaupun berat yang turun hanya sekecil 5 %, hal ini sudah dapat menunjukkan hasil yang menggembirakan dari proses ovulasi dan status fertilitasnya.

Penelitian lainya juga menunjukkan bahwa efek dari penurunan berat badan juga memperbaiki kinerja hormonal, jadwal reguler menstruasi, ovulasi, dan angka kehamilan pada perempuanyang pernah mengalami obesitas sebelumnya. Pada wanita penderita PCOS, penurunan berat badan juga menurunkan resistensi insulin, hiperlipidemia dan hiperandrogenisme.

Banyak dari perubahan ini akan meningkatkan kepekaan terhadap stimulasi obat penyubur misalnya pemakaian gonadotrofin. Sebagai tambahan, problem emosi yang berkaitan dengan obesitas akan berpengaruh pada keabnormalan menstruasi. Bagaimanapun juga, penurunan badan pada wanita obesitas akan memperbaiki mood atau suasana hati, dan kepercayaan diri, dan pastilah akan meningkatkan hasil pengobatan infertilitas.

Keguguran

Obesitas juga berhubungan dengan tingginya angka keguguran. Demikian juga pada kasus bayi tabung, angkanya juga tinggi apabial bila terjadi bersama – sama dengan kasus PCOS. Sama pada kondisi tidak sedang hamil , obesitas dan diabetes mellitus gestasional (Kencing Manis yang terjadi pada masa kehamilan) saling berhubungan erat. Sebanyak 17 % dari wanita obesitas bisa mengalami diabetes mellitus gestasional, sedangkan pada kelompok non obesitas, kejadianya hanya 1-3 %.

Resikonya juga akan meningkat pada kelompok over weight, karena 30 % dari kasus diabetes mellitus gestasional berhubungan dengan kegemukan saat hamil. Walaupun beberapa penelitian mendapatkan bahwa obesitas tidak mempengaruhi lamanya kehamilan sampa datangnya saat persalinan, namun penelitian lain menunjukkan hal yang sebaliknya.

Wanita Obesitas seringkali mengalami induksi persalinan (Pemberian Obat pemacu persalinan) dengan infus oksitosin, atau pemberian intervensi, karena lamanya proses persalinan dan kelahiran. Lebih jauh lagi, lebih sering menjalani persalinan dengan operasi Caesar, baik itu yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan sebelumnya.

Pada mereka yang menjalani proses operasi, komplikasi pun juga harus lebih diwaspadai. lebih beresiko terjadi pendarahan, waktu operasi lebih lama, mudah diserang infeksi, dan kadang – kadang muncul trombosis (Penggumpalan Darah).


Sumber :http://dokterlilien.blogspot.com/2009/08/kesulitan-hamil-karena-obesitas.html
 
INILAH.COM, Jakarta - Semua wanita takut kanker payudara. Pasalnya, selain kanker serviks, kanker payudara bisa menjadi pembunuh kaum perempuan.

Sebelum terlambat, banyak cara yang bisa dilakukan selain mendeteksi dini, gaya hidup sehat dan banyak konsumsi sayuran hijau menjadi cara jitu untuk menangkal kanker payudara.

Dilansir dari Huff Post, studi baru menunjukkan bahwa rutin mengonsumsi sayuran hijau dikaitkan dengan rendahnya risiko kanker payudara dan membantu penderita kanker payudara bertahan hidup lebih lama.

Hasil penelitian didapatkan dari data 4.886 wanita penderita kanker payudara di Cina berusia 20-75. Rata-rata mereka didiagnosa mengidap kanker stadium pertama hingga empat.

Peneliti menemukan wanita yang mengonsumsi sayuran hijau selama tiga tahun setelah didiagnosa mengidap kanker payudara, ternyata semakin kecil kemungkinan bagi mereka untuk meninggal.

Temuan tersebut juga menunjukkan selama lebih dari 36 bulan adanya penurunan risiko sebesar 27%-62% dibandingkan mereka yang sedikit atau jarang makan sayuran. Kemungkinan risiko kanker kambuh lagi juga menunjukkan penurunan, sekitar 21%-35%.

"Para penderita kanker payudara dapat mengikuti pedoman umum gizi dari makan sayuran setiap hari dan mungkin dapat mempertimbangkan untuk meningkatkan asupan sayuran, seperti kubis, kembang kol dan brokoli sebagai bagian dari makanan sehat," papar Sarah Nechuta, peneliti dari pusat epidemiologi Vanderbit University.

Nechuta menjelaskan bahwa sayuran cruciferous mengandung glucosinates dalam jumlah tinggi, yang dihidrolisis dengan senyawa bioaktif, seperti isothiocyanate dan indoles.

"Senyawa bioaktif ini memiliki sifat anti-kanker yang dapat memengaruhi perkembangan kanker, kemajuan dan kelangsungan hidup penderitanya," ungkap sang ilmuwan. [mor]

0 komentar:

Posting Komentar